Selasa, 09 Juli 2019

Cerpen: Gelas Pengantar Nyawa


Masterdewaqq.org - Tiap pagi, setelah memarkirkan sepeda kumbangnya, ia menuangkan segelas air putih bersih ke sebuah gelas yang ada di kamar. Gelas itu ia tutup dengan tatakan dan penutup gelas berwarna ungu. Katanya warna itu melambangkan jiwa manusia sementara air yang ada di gelas nan bening tadi adalah seluruh kehidupan yang ada.

Air bening dalam gelas itu akan berganti tiap pagi meski nampaknya tak pernah ada yang menyentuh untuk diminum lalu ia letakkan tepat di tengah meja seseorang yang sedang ia tunggui.

Konon, semua ia lakukan sejak ia menjalani pekerjaan ini, sebagai perawat orang sakit. Ya, laki-laki ini memilih pekerjaan yang tidak biasa.

Panggil dia Jon meski nama lengkapnya Wilfred Jaosa. Katanya, biar orang gampang saja memanggilnya. Oleh karena pekerjaannya itu, Jon sering juga dipanggil dengan panggilan. “Bruder Jon”.

Bruder Jon sudah menjalani pekerjaan ini hampir sepuluh tahun. Selama itu, ia telah melewati banyak cerita bersama orang-orang tua yang dia layani. Hebatnya, dari semua orang tua yang sempat ia rawat, pada akhirya dia hantar dalam kematian abadi, di dekat atau malah di pangkuannya. Meski dalam syarat tugas ia harus mendampingi orang tua yang menyewa jasanya hingga selesai, seringkali selesai yang dialami Bruder Jon adalah selesai dengan kematian. Bukan kesembuhan.

Sudah lebih dari tiga tahun ini, Bruder Jon mengabdikan diri di sebuah yayasan panti jompo khusus opa-opa. Jon mendampingi beberapa opa dari mereka sakit hingga meninggalnya.

Oleh karena keterampilannya, pengelola panti jompo pun memintanya untuk meneruskan kerja di sana. Kali ini ia bertugas mendampingi seorang opa yang kena stroke sehingga susah melakukan aktivitas.

Jon menerima pekerjaan ini dengan hati gembira. Agen Poker

Ya, ciri khas lain dari Jon adalah gayanya yang ceria. Dia sering bernyanyi kecil setiba ke panti dengan menaiki sepeda kumbangnya dan langsung tersenyum kepada siapa saja yang dijumpai. Tak heran kalau bahkan orang tua pun akan senang jika berada di dekatnya.

Kata orang-orang yang sudah mengenalnya dengan baik, Jon itu malaikat berkulit gelap, berambut kriting, tapi berhati emas.

^^^^^

“Kamu masih mau bekerja di sana, Jon? Nggak capai? Rasanya jatah cutimu masih banyak,” ujar Yan. “Sudah berapa jiwa yang kau hantarkan semoga ke surga?” tanya Yan lagi antara penasaran dan mengingatkan.

“Iya… Aku masih kerasan. Tapi, Opa Ridwan yang kemarin meninggal membuatku bersedih betul,” jawab Jon sembari curhat.

“Kematian itu misteri, kawan. Kenapa harus kau sesali?”

“Aku cuma nggak sempat menyuapi rengginang seperti keinginan terakhirnya…” Nada suara Jon menurun saat menceritakan hal itu.

“Lha? Rengginang? Tahu darimana kau? Bukankah Opa Ridwan tidak bisa bicara?”

“Waktu itu aku sedang makan rengginang yang kubawa dari rumah. Opa Ridwan memberi kode pakai tangan ingin makanan itu. Tapi, ya mana boleh… Hari-hari berikutya, kalau liat stoples rengginang itu, dia pasti pasti kode yang sama.”

“Hhh… Kamu ini perawat atau ahli bahasa tangan sih?”

Jon tersenyum. “Kan aku sehari-hari bersama dia, bro… Jadi, ya hapal lah segala tingkah laku dan kode-kode dari Opa Ridwan.”

Yan angguk-angguk. Dia harus akui, temannya si Jon ini memang mampu memberi hal lebih untuk orang-orang yang menggunakan jasanya. Dia bisa beradaptasi cepat dan melaksanakan tugasnya dengan baik.

Tak aneh, ketika Opa Ridwan akhirnya harus pergi juga, tepat di pangkuan Jon, semua keluarga Opa Ridwan sungguh iklas atas kepergiannya. Mereka melihat hari-hari bersama Bruder Jon membuat Opa Ridwan seperti mendapatkan sebuah kebahagiaan tersendiri.

Bagi Bruder Jon sendiri, dia bisa begitu tenang mendampingi Opa Ridwan di saat-saat akhirnya sebab seperti sudah ditunjukkan melalui air di gelas itu. Beberapa hari sebelum Opa Ridwan pergi, air di gelas itu pelan-pelan seperti menguap meski tidak ada yang meminum atau menumpahkannya. Jon mulai menyiapkan diri untuk segala kemungkinan yang akan terjadi.

Hari ini, di kamar yang tidak terlalu jauh dari kamar Opa Ridwan, Jon sedang tekun mendampingi Opa Tono. Opa satu ini sebenarnya tidak menderita sakit keras seperti opa-opa sebelumnya. Tapi, berhubung sudah sepuh maka sakit yang dideritanya juga karena sepuh. Opa Tono adalah opa yang masih kuat beraktivitas dibanding opa lain meski tetap harus didampingi Bruder Jon.

Dan, Bruder Jon sangat setia menemani opa yang punya banyak penggemar, baik di dalam panti maupun di luar sana.

^^^^^

“Kenapa kamu rajin mengisi gelas itu dengan air, Jon?”tanya Opa Tono memperhatikan Jon menuangkan air di gelas bertatakan dan tutup warna ungu.

Jon tersenyum sembari terus menuangkan air ke gelas bening itu hingga penuh lalu menutup rapi. “Supaya gelas ini berisi saja, Opa…. Sayang kan ada gelas, tapi kosong terus…”

Ganti Opa Tono tersenyum. Ia pandangi perawat kesayangan banyak orang ini. Opa Tono sudah tahu kalau Bruder Jon telah membawa teman-temannya dalam kedamaian sebab sebelumnya dirawat baik olehnya. Opa Tono juga tahu, saatnya nanti kelak di tangan Bruder Jon, jiwanya akan dihantarkan dalam kedamaian abadi.

“Nanti, kalau aku pergi, maukah kau terus isi gelas itu sampai hari ketujuh?” tanya Opa Tono separuh meminta.

Kali ini Bruder Jon tertegun, baru sekarang ada yang menitip pesan demikian. Selama ini semua Opa yang dia tunggui, tidak pernah memperhatikan rutinitasnya satu ini.

“Maukah, Bruder Jon?” tanya Opa Tono sekali lagi.

Entah mengapa, kepala Jon langsung mengangguk pasti. Seperti ada yang memintanya melakukan demikian.

Ritual mengisi air di gelas bening bertatakan dan tutup berwarna ungu itu sebenarnya pesan omanya almarhum. Kata Oma, air di dalam itu menandakan jiwa yang bersih sehingga ketika pada waktunya tiba, air itu yang akan meluruh sendiri meski tidak ada yang meminum. Warna ungu yang menadahkan bawah dan atasnya seperti penjaga agar aura jiwanya tetap dijaga baik.

Percaya tidak percaya, Jon menemukan air di gelas itu meluruh pelan sampai akhirnya menguap habis padahal baru dia isi beberapa jam sebelumnya. Itu tanda, yang ia tunggui harus pergi. Maka bagi Jon, kode ini membuatnya lebih tenang saat harus melihat para pasiennya pergi ke haribaan.

Seminggu setelah percakapan tentang air di gelas itu bersama Opa Tono, Bruder Jon menemkan tanda-tanda di gelas itu seperti yang pernah terjadi pada diri opa-opa lainnya. Entah kenapa kali ini, ada rasa sedih begitu melihat air di dalam gelas semakin hari semakin berkurang padahal sudah sering dia isi ulang.

Sampai di siang setelah matahari sempat bertengger tepat di tengah cakrawala, gelas itu tiba-tiba mendadak kosong. Jon yang baru saja keluar dari kamar mandi, kaget tidak karuan. Segera ia periksa Opa Tono. Nadinya lemah sekali. Tarikan nafasnya mulai tak terasa bahkan ketika tangan Jon diletakkan di pinggiran hidung. Untuk sementara, Jon menyatakan bahwa Opa Tono memang sudah pergi. Namun, pihak panti akan memastikan melalui pemeriksaan dokter di rumah sakit. Segera semua hal disiapkan. Bruder Jon tetap membantu semua dengan baik. Dia ingin menghantar Opa Tono pada kedamaian dan kebahagiaan abadinya dengan sebaik-baiknya.

Sebelum tubuh kaku Opa Tono diangkut ke rumah sakit, mata Jon sempat melirik ke gelas yang tidak jauh dari tempat tidur Opa Tono. Air di dalam gelas itu semakin habis dan mungkin sebentar lagi seperti gelas kosong.

Jon menarik nafas panjang. “Opa…. Selamat jalan. Temuilah keabadianmu di sana. Aku kan tepati janjiku seminggu ke depan…” Begitu tubuh kaku itu masuk ke ambulance rumah sakit, badan Jon ia bungkukan sedikit. Itu tanda hormat terakhirnya buat Opa Tono.

Lima hari sudah Jon rajin mengisi gelas bening itu seperti pesan Opa Tono.

Setiap pagi tiba, dia isi gelas itu dengan air putih hingga penuh. Begitu juga esok paginya, Jon akan melakukan hal yang sama.

Tapi, hari ini dia merasakan ada yang aneh.

Setelah Opa Tono meninggal, Jon minta izin untuk cuti dulu menenangkan diri. Maka hari-harinya ia isi dengan kegiatan sehari-hari di rumah yang lama ia tinggalkan. Seperti tadi pagi, ia naik sepeda kumbangnya ke pasar membeli bahan masakan. Sepulang dari pasar, dia baru sadar belum mengisi gelas.

Baru saja gelas itu diisikan oleh Jon, tak lama menguap habis. Tanpa sisa air sedikit pun. Padahal tidak Jon minum atau orang lain yang iseng. Jon termenung.

Apakah gelas ini bocor?

“Sudah, Jon… Jangan kau isi lagi gelas itu. Terimakasih, kami sudah tidak dahaga lagi.” Suara Opa Tono mendadak terdengar di telinga Jon. Dalam keremangan dia melihat senyum Opa Tono begitu jelas.

“Biarkan gelas itu kosong bersih, seperti jiwa-jiwa kita yang kembali kepadaNya dengan bersih, Bruder Jon…” Kali ini suara Opa Ridwan terdengar juga di telinga.

Jon terbelalak. Antara percaya dan tidak.

“Kamu sudah damai juga bersama kami sejak tadi pagi, Bruder Jon…”

“Hah?! Sejak tadi pagi?”

“Ya, sejak kecelakaan di pasar itu. Tubuhmu tak tertolong sampai akhirnya jiwamu kini bersama kami…”

Jon diam. Dalam diamnya dia merasakan sebuah kesegaran tersendiri laksana air yang membasahi jiwa raganya. Begitu ringan dan segar sekali.

^^^^^
Silahkan di Add kontak kami ya ,
agar info & kendala / lainnya , cepat kami tanggapi ,

WA 1 : +62 813-3888-1442
WA 2 : +62 821-1278-1326
LINE : dewakiukiu
Telegram: @dewakiukiu_qq

terima kasih :)
ARTIKEL SELANJUTNYA Next Post
ARTIKEL SEBELUMNYA Previous Post
ARTIKEL SELANJUTNYA Next Post
ARTIKEL SEBELUMNYA Previous Post
 

Delivered by FeedBurner